Bronkiektasis



A. Pendahuluan
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah.1
Dilatasi bronkus pada bronkiektasis dihubungkan dengan destruksi dan inflamasi pada dinding saluran napas yang ukuran medium, seringnya pada bronkus segmentalis atau subsegmentalis. Inflamasi tersebut terutama dimediasi oleh netrofil dan karena peningkatan regulasi enzim-enzim seperti elastase dan metaloproteinase matriks.2
Struktur normal dindingnya, termasuk kartilago, otot, dan jaringan elastis, dihancurkan dan digantikan oleh jaringan fibrosa. Karena inflamasi, vaskularisasi dinding bronkus meningkat, berhubungan dengan pelebaran arteri bronkus dan anastomosis antara sirkulasi arteri pulmonal dan bronkial.2
Ada 3 bentuk bronkiektasis, yaitu bronkiektasis silindrikal, varises, dan sakular (kistik). Pada bronkiektasis silindrikal, bronkus yang terlibat berdilatasi secara merata dan berakhir mendadak di saluran yang lebih kecil yang terhalang oleh sekret. Pola dilatasi bronkus pada bronkiektasis varises irregular atau menyerupai varises vena. Sedangkan pada bronkiektasis sakular (kistik), dilatasi bronkus terlihat seperti balon di perifer, berakhir pada kantung-kantung tanpa dikenali struktur distal bronkusnya.2
Bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Bronkiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut. Pertama, mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua, sering menyertai penyakit kongenital lainnya, seperti Mucoviscidosis, sindrom Kartagener, hipo atau agamaglobulinemia.1
Sedangkan bronkiektasis yang didapat merupakan akibat dari proses infeksi dan obstruksi bronkus.1
Adenovirus dan virus influenza adalah virus utama yang menyebabkan bronkiektasis dalam keterlibatan dengan saluran pernapasan bawah. Infeksi bakteri virulen, terutama organisme dengan potensi nekrotikan seperti Staphylococcus aureus, Klebsiella, dan bakteri anaerob, namun tetap penyebab penting bronkiektasis yaitu ketika antibiotik pengobatan pneumonia tidak diberikan atau secara signifikan tertunda.2

B. Diagnosis
Penegakan diagnosis bronkiektasis dapat ditempuh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (terutama bronkografi dan CT scan paru).1
Gejala bronkiektasis termasuk batuk kronis dengan produksi berlebihan sputum purulen, hemoptisis, dan nyeri dada pleuritik. Dispnea dan mengi terjadi pada 75% pasien. Penurunan berat badan, anemia, dan manifestasi sistemik lainnya yang umum. Temuan fisik tidak spesifik, tetapi ronki yang persisten di dasar paru umum ditemukan. Clubbing jarang terjadi dalam kasus-kasus ringan tetapi umum pada penyakit yang berat. Sputum purulen, banyak, dan berbau busuk merupakan karakteristiknya. Disfungsi paru obstruktif dengan hipoksemia terlihat pada penyakit yang sedang atau berat.3
Selain itu juga sering timbul demam berulang.1
Kelainan radiografi meliputi dilatasi dan penebalan bronkus yang mungkin muncul sebagai "rel listrik" atau seperti cincin. Atau menunjukkan kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon (honey comb appearance). Opasitas tersebar tidak teratur, atelektasis, dan konsolidasi fokal dapat ditemui.1,3
Diagnosis banding bronkiektasis yaitu bronkitis kronik, tuberkulosis paru, abses paru, penyakit paru penyebab hemoptisis (misalnya karsinoma paru dan adenoma paru), dan fistula bronkopleural dengan empiema.1

C. Tatalaksana Awal oleh Dokter Umum
Tujuan utama terapi: (1) perawatan infeksi, terutama selama eksaserbasi akut; (2) mengurangi sekret trakeobronkial; (3) mereduksi inflamasi; dan (4) pengobatan yang diidentifikasi mendasari masalah.2
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu pengobatan konservatif dan pengobatan pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri atas pengelolaan umum, pengelolaan khusus, dan pengobatan simtomatik.1
Pengelolaan umum, meliputi: (1) menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien; (2) memperbaiki drainase sekret bronkus dengan melakukan drainase postural, mencairkan sputum yang kental, mengatur posisi tempat tidur pasien, dan mengontrol infeksi saluran napas.1
Prinsip drainase postural adalah usaha mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk mendrainase bronkus basal pasien harus meninggikan kaki di tempat tidur, tempat tidur khusus sangat membantu pada terapi ini. Di rumah pasien disarankan untuk menggunakan bantal yang tipis.4
Lobus tengah dan lingula didrainase dengan cara berbeda, yaitu pasien tiduran terlentang, kaki ditinggikan dan bantal diletakkan di bawah lapang paru yang terkena. Pasien harus mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit malam dan pagi dan selama waktu itu pasien harus mengambil nafas dalam dan batuk untuk mengeluarkan dahak.4
Tabel 1. Bagan Pemberian Antibiotik Berdasarkan Organisme Penyebab5
Bakteri Penyebab
Obat Pilihan
Obat Alternatif
Haemophilus influenzae (banyak yang resisten terhadap Kotrimoksazole)
Amoxycillin 500 mg 4 kali sehari selama 10 hari
Tetracyclin 500 mg 4 kali sehari
Staphylococcus aureus
Cloxacillin 500 mg 4 kali sehari

Bakteri anaerob patogen
Metronidazole 800 mg 3 kali sehari

Flora normal traktus respiratori dan Pseudomonas aeroginosa
Antibiotik general secara intermiten

Pasien di rumah dengan bronkiektasis
Amoxycillin selama 10 hari


Pengelolaan khusus meliputi: (1) kemoterapi pada bronkiektasis; (2) drainase sekret dengan bronkoskop; (3) pengobatan simtomatik (seperti pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator; pengobatan hipoksia dengan pemberian oksigen; pengobatan hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik; pengobatan demam dengan antipiretik).1
Indikasi pembedahan untuk mengangkat (reseksi) segmen/lobus paru yang terkena, yaitu pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, tidak berespons terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat; selain itu juga pasien yang terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut, pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.1

D. Merujuk Pasien
Setelah memberikan penanganan awal, maka rujuklah pasien kepada:
1.     Dokter Spesialis Paru (Sp. P)

E. Komplikasi
Komplikasi bronkiektasis antara lain bronkitis kronik, pneumonia dengan atau tanpa atelektasis, pleuritis, efusi pleura atau empiema, abses metastasis di otak, hemoptisis, sinusitis, kor pulmonal kronik, kegagalan pernapasan, dan amiloidosis.1

Referensi
1.       Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Bronkiektasis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al; editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
2.       Breman JG. Bronchiectasis. In: Longo DL, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18 ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
3.       Anonymous. Pulmonary Disorders. In: McPhee SJ, Papadakis MA; editors. Current Medical Diagnosis & Treatment. New York: McGraw-Hill; 2010.
4.       Karadag B, Karakoc F, Ersu R, Kut A, Bakac S, Dagli E. 2004. Non-Cystic-Fibrosis Bronchiectasis in Children : A Persisting Problem in Developing Countries. Respiration 2005; 72(3): 233-8.
5.       Hay WW, Myron J, Lewis JM, Sondheimer RRD. Bronchiectasis. Current Diagnosis & Treatment in Pedriatics 8th Edition. New York: Lange; 2003.